Leaflet merupakan sarana publikasi sebuah informasi secara singkat yang biasanya berbentuk selembaran kertas yang berisikan informasi sesuatu hal yang perlu disebarkan khalayak ramai. kegunaan leaflet sendiri ada berbagai macam yaitu sebagai sarana promosi yang pada umumnya digunakan untuk sarna promosi untuk mmudahkan para masyarakat yang membacanya, lalu sebagai sarana informatif, dan juga sebagai sarana identifikasi. di leaflet saya ini saya menjelaskan tentang Universitas Negeri Raden Fatah Palembang, yang dimana didalamnya terdapat informasi mengenai visi dan misi,jurusan-jurusan yang terdapat di Uin raden fatah dan fasilitas apa saja yang disediakan disana.
Semua Ada di Sini
Hari ini Sebagai Pembaca, Esok Hari Sebagai Pemimpin
Minggu, 09 Desember 2018
poster
1. poster
poster merupakan sebuah media publikasi yang berupa tulisan,gambar,ataupun kombinasi diantara keduanya yang bertujuan memberikan gambaran sebuah informasi kepada khalayak ramai. disini saya membuat poster dengan menggunakan aplikasi canva .didalam aplikasi canva ini terdapat berbagai jenis template yang menarik untuk pembuatan poster. didalam poster ini saya menjelaskan tentang ajakan membaca ke perpustakaan UIN RADEN FATAH PALEMBANG. dengan memasukkan kata-kata ajak untuk membaca dan pentingnya membaca sejak usia dini.
Kamis, 18 Oktober 2018
ergonomi tentang desain stasiun kerja
Desain stasiun kerja
Menurut Annis & McConville (1996) dan manuaba (1999) mereka menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia,kapasitaas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan,mesin dan sistemnya,ruangan kerja dan lingkkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat,aman,nyaman,dan efisien.
Agar setiap desain produk dapat memenuhi keinginan pemakainya pemakainya maka harus dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut:
a. Mengetahui kebutuhan pemakai.
b. Fungsi produk secara detail.
c. Melakukan analisis pada tugas-tugas desain produk.
d. Mengembangkan produk.
e. Melakukan uji terhadap pemakai produk
1. Pendekatan Dalam Desain Stasiun Kerja
Secara umum baik dalam memodifikasi atau meredesain stasiun kerja yang sudah ada maupun mendesain stasiun kerja baru, para perancang sering dibatasi oleh faktor finansial maupu teknologi seperti, keleluasaan modifikasi, ketersediaan ruangan, lingkungan, ukuran frekuensi alat yang digunakan, kesinambungan pekerjaan dan populasi yang menjadi target Di samping itu, teknik dalam mendesain stasiun kerja harus mulai dengan identifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada faktor-faktor seperti etnik, jenis kelamin, umur dll.
Menurut Das and Sengupta (1993) pendekatan secara sistemik untuk menentukan dimensi stasiun kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:.
a. Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada etnik, jenis kelamin dan umur.
b. Mendapatkan data antropometri yang relevan dengan populasi pemakai.
c. Dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangkan pakaian, sepatu dan posisi normal.
d. Menentukan kisaran ketinggian dari pekerjaan utama. Penyediaan kursi dan meja kerja yang dapat distel, sehingga operator dimungkinkan bekerja dengan sikap duduk maupun berdiri secara bergantian.
e. Tata letak dari alat-alat tangan, kontrol harus dalam kisaran jangkauan optimum.
f. Menempatkan displai yang tepat sehingga operator dapat melihat objek dengan pandangan yang tepat dan nyaman.
g. Review terhadap desain stasiun kerja secara berkala.
2. Pertimbangan Antropometri Dalam Desain
Setiap desain produk, baik produk yang sederhana maupun produk yang sangat komplek, harus berpedoman kepada antropometri pemakainya. Menurut Sanders & McCormick (1987); Pheasant (1988) dan Pulat (1992) bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Selanjutnya Annis & McConville (1996) membagi aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan antropometri menjadi dua devisi utama yaitu:
Pertama, ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja. Tujuan ergonomi dari devisi ini adalah untuk menciptakan kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan sehingga kesehatan fisik dan mental tenaga kerja dapat terus dipelihara serta efisiensi produktivitas dan kualitas produk dapat dihasilkan dengan optimal.
Kedua, ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk pabrik yang berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk.
Menurut Sutarman (1972), bahwa dengan mengetahui ukuran antropometri tenaga kerja akan dapat dibuat suatu desain alat-alat kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang akan menggunakan, dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja. Lebih lanjut MacLeod (1995) menjelaskan bahwa faktor manusia harus selalu diperhitungkan dalam setiap desain produk dan stasiun kerja. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Manusia adalah berbeda satu sama lainnya.
2. Manusia mempunyai keterbatasan.
3. Manusia selalu mempunyai harapan tertentu dan prediksi terhadap apa yang ada disekitarnya.
Dengan demikian maka dalam setiap desain peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia harus selalu diperhitungkan, di samping kemampuan dan kebolehannya. Mengingat bahwa setiap manusia berbeda satu dengan yang lainnya, maka aplikasi data antropometri dalam desain produk dapat meliputi; desain untuk orang ekstrim (data terkecil atau terbesar); desain untuk orang per orang, desain untuk kisaran yang dapat diatur (adjustable range) dengan menggunakan persentil-5 dan persentil-95 dari populasi dan desain untuk ukuran rerata dengan menggunakan data persentil-50 (Sanders & McCormick, 1987). Namun demikian dalam pengumpulan data antropometri yang akan digunakan untuk mendesain suatu produk, harus memperhitungan variabilitas populasi pemakai seperti variabilitas ukuran tubuh secara umum, variasi jenis kelamin, variasi umur dan variasi ras atau etnik.
Jenis pengukuran antropometri
Secara umum pengukuran antropometri dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengukuran antropometri statis dan antropometri dinamis. Dalam tulisan ini hanya disajikan jenis pengukuran antropometri statis. Pemilihan mata ukur antropometri baik statis maupun dinamis dapat ditentukan berdasarkan fungsi dan kegunaannya (sebagian atau keseluruhan mata ukur antropometri). Alat ukur yang harus digunakan untuk mengukur antropometri adalah antropometer. Pada pengukuran posisi duduk harus disediakan bangku atau kursi dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm tanpa sandaran pinggang.
3. Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk
Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain; pembebanan pada kaki; pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi.Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Sedangkan Clark (1996), menyatakan bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi; mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari 2 jam. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk adalah sebagai berikut:
• pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki;
• pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan;
• tidak diperlukan tenaga dorong yang besar;
• objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja;
• diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi;
• pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama; dan
• seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk.
4 Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Berdiri
Pada desain stasiun kerja berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri adalah sebagai berikut:
tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut;
harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg);
sering menjangkau ke atas, ke bawah, dan ke samping;
sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah; dan
di perlukan mobilitas tinggi.
5 Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Dinamis
Desain stasiun kerja sangat ditentukan oleh jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Baik desain stasiun kerja untuk posisi duduk maupun berdiri ke duanya mempunyai keuntungan dan kerugian. Clark (1996) memcoba mengambil keuntungan dari ke dua posisi tersebut dan mengkombinasikan desain stasiun kerja untuk posisi duduk dan berdiri menjadi satu desain dengan batasan sebagai berikut:
pekerjaan dilakukan dengan duduk padasuatu saat dan pada saat lainnya dilakukan dengan berdiri saling bergantian;
perlu menjangkau sesuatu lebih dari 40 cm ke depan dan atau 15 cm di atas landasan kerja; dan
tinggi landasan kerja dengan kisaran antara 90-120 cm, merupakan ketinggian yang paling tepat baik untuk posisi duduk maupun berdiri.
Sedangkan Das (1991) dan Pulat (1992) menyatakan bahwa posisi dudukberdiri merupakan posisi terbaik dan lebih dikehendaki daripada hanya posisi duduk saja atau berdiri saja. Hal tersebut disebabkan karena memungkinkan pekerja berganti posisi kerja untuk mengurangi kelelahan otot karena sikap paksa dalam satu posisi kerja.
Helander (1995) dan Tarwaka (1995), memberikan batasan ukuran ketinggian landasan kerja untuk pekerjaan yang memerlukan sedikit penekanan yaitu 15 cm di bawah tinggi siku untuk ke dua posisi kerja. Selanjutnya dibuat kursi tinggi yang menyesuaikan ketinggian landasan kerja posisi berdiri dengan dilengkapi sandaran kaki agar posisi kaki tidak menggantung. Mengingat dimensi ukuran tubuh manusia berbeda-beda, maka desain stasiun kerja harus selalu mempertimbangkan antropometri pemakainya (user oriented).
Organisasi Kerja dan Kebutuhan Gizi Kerja
1. Fisiologi Tubuh saat Bekerja dan Istirahat
Pada dasarnya aktivitas kerja merupakan pengerahan tenaga dan pemanfaatan organ-organ tubuh melalui koordinasi dan perintah oleh syaraf pusat. Besar kecilnya pengerahan tenaga oleh tubuh sangat tergantung dari jenis pekerjaan (fisik atau mental). Secara umum jenis pekerjaan yang bersifat fisik memerlukan pengerahan tenaga yang lebih besar dibandingkan jenis pekerjaan yang bersifat mental. Namun demikian, secara kualitatif baik kerja fisik maupun mental fungsi fisiologis tubuh adalah tetap sama yaitu dengan bekerja maka aktivitas persyarafan bertambah, otot-otot menegang, meningkatnya peredaran darah ke organ-organ tubuh yang bekerja, nafas menjadi lebih dalam, denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Sedangkan secara kuantitatif, antara kerja fisik dan mental adalah berbeda dan sangat dipengaruhi oleh beban pekerjaan. Pada kerja fisik maka peranan pengerahan tenaga otot lebih menonjol dan untuk kerja mental peranan kerja otakyang lebih dominan.
2. Pengaturan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengaturan waktu kerja-waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas, dingin, bising, berdebu dll. Namun demikian secara umum, di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat (untuk kehidupan keluarga dan sosial kemasyarakatan). Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan, kecelakan dan penyakit akibat kerja.
Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan (8 jam per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum dimaksudkan untuk:
Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja.
Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran.
Memberi kesempatan waktu untuk melakukan kontak social.
3.Hari Kerja
Jumlah jam kerja yang efisien untuk seminggu adalah antara 40 - 48 jam yang terbagi dalam 5 atau 6 hari kerja. Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit. Sedangkan di antara waktu kerja harus disediakan waktu istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti; penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang kesemuanya akan bermuara kepada rendahnya tingkat produktivitas kerja.
Di Indonesia telah dikenal dengan sistem 6 hari kerja dan 5 hari kerja seminggu. Penerapan sistem kerja dengan 5 hari kerja sebetulnya sudah lama dikenalkan di Indonesia, teruma di kantor pemerintahan dan BUMN. Sedangkan untuk lingkungan perusahaan masih sedikit yang menerapkannya. Sistem 5 hari kerja tersebut sebetulnya hanya mengadop sistem barat. Salah satu pertimbangannya adalah agar karyawan mempunyai waktu libur yang cukup sehingga kualitas hidup meningkat.
Ternyata sistem kerja tersebut cukup efektif diterapkan di negara negara maju karenasistem pengupahannya sangat baik. Demikian juga, penerapan sistem 5 hari kerja di lingkungan pemerintah termasuk BUMN tidak menimbulkan gejolak. Hal tersebut disebabkan karena sistem penggajian tetap dan hanya mengubah jam kerja.
Tentunya sangat bijaksana apabila perubahan dari 6 hari menjadi 5 hari kerja (jumlah jam kerja tetap) tetapi upah yang dibayarkan tetap untuk 6 hari kerja. Pada kasus tersebut, sebetulnya baik pihak pekerja maupun pihak perusahaan tidak akan dirugikan apabila dapat melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas kerja. Apabila efisiensi kerja meningkat dan pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu,maka dengan sendirinya kerja lembur tidak diperlukan lagi.
4.Kebutuhan Gizi Kerja
a. Zat gizi dan sumber makanan
Manusia memerlukan zat gizi yang bersumber dari makanan. Bahan makanan yang diperlukan tubuh mengandung unsur utama seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Fungsi dari zat-zat gizi tersebut adalah sebagai sumber tenaga atau kalori (karbohidrat, lemak dan protein), membangun dan memelihara jaringan tubuh (protein, air dan mineral) dan mengatur proses tubuh (vitamin dan mineral).
Secara khusus, gizi kerja adalah zat makanan yang bersumber dari bahan makanan yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan dan lingkungan kerjanya (Tjipta, 1990). Selanjutnya hal-hal yang perlu diketahui dalam penyusunan menu bagi pekerja adalah :
Kebutuhan kalori dan gizi tenaga kerja.
Kebutuhan bahan dasar menu.
Pendekatan penyusunan menu bagi pekerja sesuai dengan lingkungan kerja.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang
Kebutuhan gizi setiap orang berbeda satu sama lainnya dan sangat tergantung pada berbagai faktor yaitu :
Ukuran tubuh
Usia
Jenis kelamin
Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan
Kondisi tubuh tertentu
Kondisi lingkungan
c. Factor pengaruh lingkungan kerja
Faktor dalam lingkungan kerja menunjukkan pengaruh - pengaruh yang jelas terhadap keadaan gizi tenaga kerja. Beban kerja yang berlebihan dan lingkungan kerja panas dapat menyebabkan penurunan berat badan (Priatna, 1990). Sebaliknya motivasi psikologis yang kuat, kadang - kadang meningkatkan nafsu makan danmenjadi sebab bertambahnya berat badan dan gemuk.
Tekanan panas .
Bahan kimia.
Factor pesikologis.
Sumber:Buku ERGONOMI untuk Kesehatan,Keselamatan Kerja dan Produktivitas.
Menurut Annis & McConville (1996) dan manuaba (1999) mereka menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia,kapasitaas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan,mesin dan sistemnya,ruangan kerja dan lingkkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat,aman,nyaman,dan efisien.
Agar setiap desain produk dapat memenuhi keinginan pemakainya pemakainya maka harus dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut:
a. Mengetahui kebutuhan pemakai.
b. Fungsi produk secara detail.
c. Melakukan analisis pada tugas-tugas desain produk.
d. Mengembangkan produk.
e. Melakukan uji terhadap pemakai produk
1. Pendekatan Dalam Desain Stasiun Kerja
Secara umum baik dalam memodifikasi atau meredesain stasiun kerja yang sudah ada maupun mendesain stasiun kerja baru, para perancang sering dibatasi oleh faktor finansial maupu teknologi seperti, keleluasaan modifikasi, ketersediaan ruangan, lingkungan, ukuran frekuensi alat yang digunakan, kesinambungan pekerjaan dan populasi yang menjadi target Di samping itu, teknik dalam mendesain stasiun kerja harus mulai dengan identifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada faktor-faktor seperti etnik, jenis kelamin, umur dll.
Menurut Das and Sengupta (1993) pendekatan secara sistemik untuk menentukan dimensi stasiun kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:.
a. Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan pada etnik, jenis kelamin dan umur.
b. Mendapatkan data antropometri yang relevan dengan populasi pemakai.
c. Dalam pengukuran antropometri perlu mempertimbangkan pakaian, sepatu dan posisi normal.
d. Menentukan kisaran ketinggian dari pekerjaan utama. Penyediaan kursi dan meja kerja yang dapat distel, sehingga operator dimungkinkan bekerja dengan sikap duduk maupun berdiri secara bergantian.
e. Tata letak dari alat-alat tangan, kontrol harus dalam kisaran jangkauan optimum.
f. Menempatkan displai yang tepat sehingga operator dapat melihat objek dengan pandangan yang tepat dan nyaman.
g. Review terhadap desain stasiun kerja secara berkala.
2. Pertimbangan Antropometri Dalam Desain
Setiap desain produk, baik produk yang sederhana maupun produk yang sangat komplek, harus berpedoman kepada antropometri pemakainya. Menurut Sanders & McCormick (1987); Pheasant (1988) dan Pulat (1992) bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Selanjutnya Annis & McConville (1996) membagi aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan antropometri menjadi dua devisi utama yaitu:
Pertama, ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja. Tujuan ergonomi dari devisi ini adalah untuk menciptakan kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan sehingga kesehatan fisik dan mental tenaga kerja dapat terus dipelihara serta efisiensi produktivitas dan kualitas produk dapat dihasilkan dengan optimal.
Kedua, ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk pabrik yang berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk.
Menurut Sutarman (1972), bahwa dengan mengetahui ukuran antropometri tenaga kerja akan dapat dibuat suatu desain alat-alat kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang akan menggunakan, dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja. Lebih lanjut MacLeod (1995) menjelaskan bahwa faktor manusia harus selalu diperhitungkan dalam setiap desain produk dan stasiun kerja. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Manusia adalah berbeda satu sama lainnya.
2. Manusia mempunyai keterbatasan.
3. Manusia selalu mempunyai harapan tertentu dan prediksi terhadap apa yang ada disekitarnya.
Dengan demikian maka dalam setiap desain peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia harus selalu diperhitungkan, di samping kemampuan dan kebolehannya. Mengingat bahwa setiap manusia berbeda satu dengan yang lainnya, maka aplikasi data antropometri dalam desain produk dapat meliputi; desain untuk orang ekstrim (data terkecil atau terbesar); desain untuk orang per orang, desain untuk kisaran yang dapat diatur (adjustable range) dengan menggunakan persentil-5 dan persentil-95 dari populasi dan desain untuk ukuran rerata dengan menggunakan data persentil-50 (Sanders & McCormick, 1987). Namun demikian dalam pengumpulan data antropometri yang akan digunakan untuk mendesain suatu produk, harus memperhitungan variabilitas populasi pemakai seperti variabilitas ukuran tubuh secara umum, variasi jenis kelamin, variasi umur dan variasi ras atau etnik.
Jenis pengukuran antropometri
Secara umum pengukuran antropometri dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengukuran antropometri statis dan antropometri dinamis. Dalam tulisan ini hanya disajikan jenis pengukuran antropometri statis. Pemilihan mata ukur antropometri baik statis maupun dinamis dapat ditentukan berdasarkan fungsi dan kegunaannya (sebagian atau keseluruhan mata ukur antropometri). Alat ukur yang harus digunakan untuk mengukur antropometri adalah antropometer. Pada pengukuran posisi duduk harus disediakan bangku atau kursi dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm tanpa sandaran pinggang.
3. Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Duduk
Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain; pembebanan pada kaki; pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi.Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Sedangkan Clark (1996), menyatakan bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi; mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari 2 jam. Untuk maksud tersebut, Pulat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk adalah sebagai berikut:
• pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki;
• pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan;
• tidak diperlukan tenaga dorong yang besar;
• objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja;
• diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi;
• pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama; dan
• seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk.
4 Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Berdiri
Pada desain stasiun kerja berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri adalah sebagai berikut:
tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut;
harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg);
sering menjangkau ke atas, ke bawah, dan ke samping;
sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah; dan
di perlukan mobilitas tinggi.
5 Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Dinamis
Desain stasiun kerja sangat ditentukan oleh jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Baik desain stasiun kerja untuk posisi duduk maupun berdiri ke duanya mempunyai keuntungan dan kerugian. Clark (1996) memcoba mengambil keuntungan dari ke dua posisi tersebut dan mengkombinasikan desain stasiun kerja untuk posisi duduk dan berdiri menjadi satu desain dengan batasan sebagai berikut:
pekerjaan dilakukan dengan duduk padasuatu saat dan pada saat lainnya dilakukan dengan berdiri saling bergantian;
perlu menjangkau sesuatu lebih dari 40 cm ke depan dan atau 15 cm di atas landasan kerja; dan
tinggi landasan kerja dengan kisaran antara 90-120 cm, merupakan ketinggian yang paling tepat baik untuk posisi duduk maupun berdiri.
Sedangkan Das (1991) dan Pulat (1992) menyatakan bahwa posisi dudukberdiri merupakan posisi terbaik dan lebih dikehendaki daripada hanya posisi duduk saja atau berdiri saja. Hal tersebut disebabkan karena memungkinkan pekerja berganti posisi kerja untuk mengurangi kelelahan otot karena sikap paksa dalam satu posisi kerja.
Helander (1995) dan Tarwaka (1995), memberikan batasan ukuran ketinggian landasan kerja untuk pekerjaan yang memerlukan sedikit penekanan yaitu 15 cm di bawah tinggi siku untuk ke dua posisi kerja. Selanjutnya dibuat kursi tinggi yang menyesuaikan ketinggian landasan kerja posisi berdiri dengan dilengkapi sandaran kaki agar posisi kaki tidak menggantung. Mengingat dimensi ukuran tubuh manusia berbeda-beda, maka desain stasiun kerja harus selalu mempertimbangkan antropometri pemakainya (user oriented).
Organisasi Kerja dan Kebutuhan Gizi Kerja
1. Fisiologi Tubuh saat Bekerja dan Istirahat
Pada dasarnya aktivitas kerja merupakan pengerahan tenaga dan pemanfaatan organ-organ tubuh melalui koordinasi dan perintah oleh syaraf pusat. Besar kecilnya pengerahan tenaga oleh tubuh sangat tergantung dari jenis pekerjaan (fisik atau mental). Secara umum jenis pekerjaan yang bersifat fisik memerlukan pengerahan tenaga yang lebih besar dibandingkan jenis pekerjaan yang bersifat mental. Namun demikian, secara kualitatif baik kerja fisik maupun mental fungsi fisiologis tubuh adalah tetap sama yaitu dengan bekerja maka aktivitas persyarafan bertambah, otot-otot menegang, meningkatnya peredaran darah ke organ-organ tubuh yang bekerja, nafas menjadi lebih dalam, denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Sedangkan secara kuantitatif, antara kerja fisik dan mental adalah berbeda dan sangat dipengaruhi oleh beban pekerjaan. Pada kerja fisik maka peranan pengerahan tenaga otot lebih menonjol dan untuk kerja mental peranan kerja otakyang lebih dominan.
2. Pengaturan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengaturan waktu kerja-waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas, dingin, bising, berdebu dll. Namun demikian secara umum, di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat (untuk kehidupan keluarga dan sosial kemasyarakatan). Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan, kecelakan dan penyakit akibat kerja.
Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan (8 jam per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum dimaksudkan untuk:
Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja.
Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran.
Memberi kesempatan waktu untuk melakukan kontak social.
3.Hari Kerja
Jumlah jam kerja yang efisien untuk seminggu adalah antara 40 - 48 jam yang terbagi dalam 5 atau 6 hari kerja. Maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit. Sedangkan di antara waktu kerja harus disediakan waktu istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti; penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang kesemuanya akan bermuara kepada rendahnya tingkat produktivitas kerja.
Di Indonesia telah dikenal dengan sistem 6 hari kerja dan 5 hari kerja seminggu. Penerapan sistem kerja dengan 5 hari kerja sebetulnya sudah lama dikenalkan di Indonesia, teruma di kantor pemerintahan dan BUMN. Sedangkan untuk lingkungan perusahaan masih sedikit yang menerapkannya. Sistem 5 hari kerja tersebut sebetulnya hanya mengadop sistem barat. Salah satu pertimbangannya adalah agar karyawan mempunyai waktu libur yang cukup sehingga kualitas hidup meningkat.
Ternyata sistem kerja tersebut cukup efektif diterapkan di negara negara maju karenasistem pengupahannya sangat baik. Demikian juga, penerapan sistem 5 hari kerja di lingkungan pemerintah termasuk BUMN tidak menimbulkan gejolak. Hal tersebut disebabkan karena sistem penggajian tetap dan hanya mengubah jam kerja.
Tentunya sangat bijaksana apabila perubahan dari 6 hari menjadi 5 hari kerja (jumlah jam kerja tetap) tetapi upah yang dibayarkan tetap untuk 6 hari kerja. Pada kasus tersebut, sebetulnya baik pihak pekerja maupun pihak perusahaan tidak akan dirugikan apabila dapat melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas kerja. Apabila efisiensi kerja meningkat dan pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu,maka dengan sendirinya kerja lembur tidak diperlukan lagi.
4.Kebutuhan Gizi Kerja
a. Zat gizi dan sumber makanan
Manusia memerlukan zat gizi yang bersumber dari makanan. Bahan makanan yang diperlukan tubuh mengandung unsur utama seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Fungsi dari zat-zat gizi tersebut adalah sebagai sumber tenaga atau kalori (karbohidrat, lemak dan protein), membangun dan memelihara jaringan tubuh (protein, air dan mineral) dan mengatur proses tubuh (vitamin dan mineral).
Secara khusus, gizi kerja adalah zat makanan yang bersumber dari bahan makanan yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan dan lingkungan kerjanya (Tjipta, 1990). Selanjutnya hal-hal yang perlu diketahui dalam penyusunan menu bagi pekerja adalah :
Kebutuhan kalori dan gizi tenaga kerja.
Kebutuhan bahan dasar menu.
Pendekatan penyusunan menu bagi pekerja sesuai dengan lingkungan kerja.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang
Kebutuhan gizi setiap orang berbeda satu sama lainnya dan sangat tergantung pada berbagai faktor yaitu :
Ukuran tubuh
Usia
Jenis kelamin
Kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan
Kondisi tubuh tertentu
Kondisi lingkungan
c. Factor pengaruh lingkungan kerja
Faktor dalam lingkungan kerja menunjukkan pengaruh - pengaruh yang jelas terhadap keadaan gizi tenaga kerja. Beban kerja yang berlebihan dan lingkungan kerja panas dapat menyebabkan penurunan berat badan (Priatna, 1990). Sebaliknya motivasi psikologis yang kuat, kadang - kadang meningkatkan nafsu makan danmenjadi sebab bertambahnya berat badan dan gemuk.
Tekanan panas .
Bahan kimia.
Factor pesikologis.
Sumber:Buku ERGONOMI untuk Kesehatan,Keselamatan Kerja dan Produktivitas.
Rabu, 26 September 2018
ergonomi
Ringkasan Panduan Kesehatan Dan Keselamatan Untuk Pengguna Perpustakaan
Section 1
Aturan Dasar Keamanan
Aturan Dasar Keamanan
1. The Law Says ...
2. Elemen Keamanan di Tempat Kerja
3. Tips Keamanan untuk Supervisor
2. Elemen Keamanan di Tempat Kerja
3. Tips Keamanan untuk Supervisor
1.
The Law Says ...
Bekerja dengan aman adalah tanggung jawab pekerja. Karyawan harus mengikuti prosedur keselamatan yang ditetapkan oleh perusahaan.Jika seorang karyawan percaya bahwa tugas itu berbahaya, dia berhak menolak untuk melakukan tugas itu sampai dapat dilakukan dengan aman. Karyawan harus melapor kepada atasannya tentang niatnya untuk menolak pekerjaan berbahaya.
Bekerja dengan aman adalah tanggung jawab pekerja. Karyawan harus mengikuti prosedur keselamatan yang ditetapkan oleh perusahaan.Jika seorang karyawan percaya bahwa tugas itu berbahaya, dia berhak menolak untuk melakukan tugas itu sampai dapat dilakukan dengan aman. Karyawan harus melapor kepada atasannya tentang niatnya untuk menolak pekerjaan berbahaya.
2.
Elemen
Keamanan di Tempat Kerja
a) Cara yang benar dalam melakukan pekerjaan Anda adalah cara yang aman. Ikuti
petunjuk. Jika Anda tidak tahu, tanyakan.
b) Ketahui potensi bahaya dalam pekerjaan Anda, dan cara bekerja dengan aman
untuk mencegah bahaya tersebut.
c) Ketahui aturan keamanan untuk pekerjaan tertentu dan dapat menjelaskan
aturan-aturan ini kepada rekan pekerja.
d) Ikuti prosedur darurat jika terjadi kebakaran, medis, dan keadaan darurat
lainnya.
e) Laporkan semua cedera, termasuk goresan ringan, luka bakar, luka bakar,
tergelincir dan jatuh. Majikan Anda membutuhkan informasi ini untuk mengambil
tindakan korektif untuk mencegah cedera di masa depan. Ikuti prosedur
perpustakaan Anda untuk melaporkan kecelakaan dan cedera.
f) Ketahui lokasi peralatan darurat seperti alat pemadam kebakaran dan pahami
cara menggunakan peralatan ini.
g) Gunakan alat pelindung diri seperti yang dipersyaratkan oleh majikan Anda.
h) Pelajari prosedur keselamatan khusus untuk keadaan tertentu yang terkait
dengan pekerjaan perpustakaan. Ini mungkin termasuk masalah ergonomis, kualitas
udara dalam ruangan, stres psikososial dan masalah keamanan.
i)
Ikuti aturan keamanan listrik saat menggunakan
peralatan listrik, grounding alat-alat listrik portabel dan bekerja di dekat
sekering listrik dan kotak panel.
j)
Lakukan pemeriksaan lingkaran reguler pada
kendaraan seperti bookmobiles untuk memastikan kondisi operasi yang baik.
k) Laporkan praktik tidak aman dan kondisi tidak aman ke perusahaan Anda.
l)
Kenakan pakaian yang sesuai dengan tugas yang
Anda lakukan. Kenakan sepatu yang nyaman di stasiun layanan umum yang
membutuhkan pengguna berdiri atau membantu yang signifikan dalam mencari bahan
dari rak perpustakaan.
m) Keamanan Off-the-Job sama pentingnya. Keamanan tidak berhenti ketika Anda meninggalkan
tempat kerja Anda.
3.
Tips Keamanan untuk Supervisor
·
Jelaskan pentingnya keselamatan bagi karyawan.
·
Segarkan dan perbarui aturan keamanan kepada
karyawan.
·
Terapkan praktik kerja yang aman dan pastikan
bahwa karyawan mengikuti praktik-praktik ini.
·
Berikan pujian untuk perilaku yang aman.
·
Mendorong partisipasi karyawan dalam
pengenalan bahaya dan pengembangan praktik kerja yang aman.
·
Menghargai partisipasi.
·
Tentukan sebuah contoh.
·
Promosikan keselamatan dengan menyediakan staf
dengan buku, video, literatur, dll.
·
Mengunjungi area perpustakaan secara teratur.
·
Kenali karyawan Anda dan dengarkan
kekhawatiran mereka.
·
Terus meningkatkan dan menyederhanakan
keselamatan.
Section 2
Memantau Kesehatan dan Keselamatan di Perpustakaan Anda
Memantau Kesehatan dan Keselamatan di Perpustakaan Anda
1. Inspeksi Tempat Kerja
Tujuan
Tujuan dari inspeksi atau tur keselamatan
adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang tidak aman, serta praktik yang tidak
aman, dan untuk merekomendasikan tindakan korektif. Undang-undang kesehatan dan
keselamatan kerja memerlukan inspeksi tempat kerja yang teratur.
Tim Inspeksi
Tim inspeksi terdiri dari campuran personil
seperti karyawan, pengawas dan manajer. Umumnya, undang-undang menetapkan
prosedur untuk inspeksi tempat kerja yang harus dilakukan oleh komite kesehatan
dan keselamatan.
Peran dan Tanggung Jawab
Inspeksi dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disepakati oleh Komite Kesehatan dan Keselamatan (tim manajemen pekerja
gabungan yang membantu perusahaan dalam menciptakan dan memelihara tempat kerja
yang aman). Tim inspeksi umumnya menggunakan daftar periksa sebagai panduan
untuk melakukan inspeksi.
Laporan Inspeksi
Laporan inspeksi dikomunikasikan ke semua
tingkat organisasi. Memposting laporan inspeksi di papan buletin, meninjaunya
di pertemuan komite kesehatan dan keselamatan bersama, dan mengirimkan salinan
ke manajemen untuk ditinjau adalah semua metode komunikasi yang baik.
2. Investigasi Kecelakaan
·
Tujuan
Tujuan dari penyelidikan kecelakaan adalah
menemukan akar penyebab kecelakaan dan TIDAK menyalahkan orang atas kecelakaan
itu. Kecelakaan serta insiden (panggilan dekat, atau nyaris celaka) harus
dilaporkan dan diselidiki.
·
Tim Investigasi
Tim investigasi kecelakaan umumnya terdiri dari yang berikut:
1.
Manajer / supervisor.
2.
Pekerja berpengetahuan luas dalam proses kerja.
3.
Seorang ahli (jika ditunjuk).
4.
Perwakilan komite kesehatan dan keselamatan
(s).
5.
Orang lain sesuai kebutuhan.
·
Peran dan Tanggung Jawab
Anda harus melaporkan setiap kejadian kecelakaan atau insiden kepada manajer.
·
supervisor Anda dengan segera.
Manajer / supervisor Anda bertanggung jawab untuk melakukan investigasi
kecelakaan dan memberi tahu komite kesehatan dan keselamatan dan orang lain
seperti yang dipersyaratkan oleh undang-undang dan prosedur organisasi Anda.
·
Melaporkan
Laporan investigasi kecelakaan umumnya
mencakup hal-hal berikut:
1. Nama dan pekerjaan karyawan.
2. Lokasi dan waktu kecelakaan dan cedera (jika ada).
3. Nama saksi (es).
4. Deskripsi tugas, termasuk peralatan dan kondisi kerja.
5. Deskripsi tentang apa yang terjadi menyebabkan kecelakaan.
6. Nama orang yang menyelesaikan laporan.
7. Rekomendasi untuk tindakan korektif.
8. Nama dokter atau ahli bedah, jika ada
3. Pertolongan Pertama
Dalam kasus cedera atau timbulnya suatu penyakit:
Dalam kasus cedera atau timbulnya suatu penyakit:
§
Segera dapatkan pertolongan pertama.
§
Memberi
tahu atasan / majikan Anda.
§
Lengkapi dan segera kembalikan semua formulir
yang diperlukan untuk otoritas kompensasi pekerja di yurisdiksi Anda.
§
Supervisor Anda harus memutuskan perlunya
investigasi kecelakaan.
Sumber:Buku
Healt and Safety Guide for Libraries hal 1-13
Rabu, 12 September 2018
pelestarian bahan pustaka
Pengertian,Tujuan,dan
Fungsi Pelestarian
1.Pengertian
pelestarian
Perpustakaan
sebagai salah satu pusat informasi,bertugas mengumpulkan,mengelolah,dan
menyajikan bahan pustakauntuk dapat dimanfaatkan oleh pengguna secara efektif
dan efisien.agar bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan dapat digunakan dalam
jangka waktu yang relative lama,perlu suatu penanganan agar bahan pustaka
terhindar dari kerusakan,atau setidakmya diperlambat proses kerusakannya.
Dalam
The Principles for The Preservation and
Conservation of Library Materials yang disusun oleh J.M Dureau dan D.W.G
Clements,preservasi mempunyai arti yang lebih luas,yaitu mencakup unsur-unsur
pengolahan keuangan,cara penyimpanan,tenaga,teknik,dan metode untuk
melestarikan informasi dan bentuk fisik bahan pustaka.
Menurut
Hazen sebagaimana dikutip oleh Gardjito (1991:91),istilah pelestarian meliputi
3 ragam kegiatan,yaitu:
1.
Kegiatan-kegiatan
yang ditujukan untuk mengontrol lingkungan perpustakaan agar dapat memenuhi
syarat-syarat pelestarian bahan-bahan pustaka yang tersimpan di dalamnya.
2.
Berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan usha-usaha untuk memperpanjang umur bahan
pustaka,misalnya dengan cara deasidifikasi,restorasi atau penjilidan ulang
3.
Seluruh
kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengalihkan isi informasi dari satu
bentuk format atau matrik kebentuk lain.
Ada beberapa istilah juga yang berkaitan dengan
pelestarian menurut IFLA (International Federation of Library Association):
a.
Pelestarian (preservation) IFLA mendefinisikan preservasi
sebagai aspek-aspek yang mencakup usaha melestarikan bahan
pustaka,keuangan,metode,teknik serta penyimpanannya.prreservasi mempunyai arti
yang lebih luas,yaitu mencakup unsur-unsur pengolahan,keuangan,cara
penyimpanan,tenaga,teknik dan metode untuk melestarikan informasi dan bentuk
fisik bahan pustaka.
b.
pengawetan/konservasi(conservation)
kebijakan dan
cara khusus dalam melindungi bahan pustaka dan arsip untuk kelestarian koleksi
BP (IFLA). Menurut J.M Dureau & D.W.G. Clements konservasi adalah teknik
yang dipakai untuk melindungi bahan pustaka dari kerusakan dan kehancuran.
Meskipun terdapat
berbagai perbedaan pendapat dalam mendefinisikan istilah pelestarian,namun
dapat dapat kita Tarik suatu benang merah dari keseluruhan definisi yang
ada,yaitu pada dasarnya inti pelestarian bahan pustaka yaitu untuk melestarikan
kandungan informasi (intelektual) maupun fisik asli suatu koleksi.pelestarian
fisik biasanya dilakukan guna untuk menghemat tempat,dan juga menyelamatkan
fisik asli dokumen dari seringnya penggunaan yang tinggi oleh pengguna dengan
cara mengalihkan bentuknya.sedangkan konservasi adalah teknik yang dipakai
untuk melindungi bahan pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran.
Selain itu
konservasi mempunyai arti lain yang lebih luas. Konservasi dalam arti
perpusakaan adalah perencanaan program secara sistematis yang dapat
dikembangkan untuk menangani koleksi perpustakaan agar tetap dalam keadaan baik
dan siap pakai.
2.Tujuan
pelestarian
a)
menyelamatkan
nilai informasi suatu dokumen.
b)
meyelamatkan
fisik dari suatu dokumen.
c)
mengatasi
kendala kekurangan ruang.
d)
mempercepat
perolehan informasi.
Dengan adanya
pelestarian yang baik,diharapkan bahan pustaka dapat berumur lebih panjang,
sehingga perpustakaan tidak perlu membeli bahan yang sama,yang dapat membebani
pemesanan, pengolahan kembali, penempelan kartu-kartu, yang semuanya itu
memerlukan uang untuk pengerjaannya.
3.Fungsi
pelestarian
Pelestarian
memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:
1.
Fungsi melindungi:bahan pustaka dilindungi dari
serangan serangga, manusia, jamur,panas matahari, air, dan sebagainya. Dengan
adanya pelestarian yang baik serangga dan binatang kecil tidak akan dapat
menyentuh dokumen.
2.
Fungsi pengawetan:dengan dirawat baik-baik bahan
pustaka menjadi awet,bias lebih lama dipakai,diharapkan lebih banyak pembaca
dapat mempergunakan bahan pustaka tersbut.
3.
Fungsi kesehatan:dengan pelestarian yang
baik,bahan pustaka menjadi bersih,bebas dari debu,jamur,binatang perusak,sumber
dan sarang dari berbagai penyakit,sehingga pemakai maupun pustakawan menjadi
tetap sehat.
4.
Fungsi social:pelestarian tidak bias dikerjakan
oleh seorang diri.pustakawan harus mengikut sertakan pembaca untuk tetap
merawat bahan pustaka dan perpustakaan.
Langganan:
Postingan (Atom)
leafleat
1. leaflet Leaflet merupakan sarana publikasi sebuah informasi secara singkat yang biasanya berbentuk selembaran kertas yang beri...